Wednesday, July 3, 2019

Jaksa Tolak Seluruh Pleidoi Begini Nasib Ratna Sarumpaet,

Jaksa penuntut umum (JPU) Reza Murdani menampik semuanya kaidah pleidoi/nota pembelaan terdakwa perkara penebaran berita bohong atau hoax, Ratna Sarumpaet dalam acara pembacaan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019) siang.
Simak Juga : pengertian hukum pidana

" Apa yg didalilkan penasihat hukum terdakwa dalam nota pembelaannya tak berdasarkan, sampai mesti tidak diterima. Segalanya yg penuntut umum tetapkan udah pas serta sama dengan fakta-fakta yg tersingkap di persidangan udah jelas serta fakta, " kata Reza membacakan repliknya dihadapan sidang. Salah satunya kaidah yg tidak diterima merupakan pengakuan penasihat hukum Ratna dalam pleidoinya yg mengatakan, tak pas apabila clientnya digunakan Clausal 14 Ayat 1 Nomer 1 Undang-undang Tahun 1946 terkait Ketetapan Hukum Pidana. Bacalah juga : Ratna Sarumpaet Kembali Ucapkan Kebohongannya Gak Munculkan Kegaduhan Penasihat hukum Ratna merasa, udah ada peraturan baru ialah Undang-undang Nomer 32 Tahun 2002 terkait Penyiaran serta Undang-undang Nomer 40 Tahun 1999 terkait Wartawan. Akan tetapi, menunjuk info pakar hukum pidana, Merti Rahmawati Argo, Reza menilainya kalau UU Penyiaran cuma privat dilaksanakan di social media atau media penyiaran. Mengenai penyiaran yg disebut dalam Clausal 14 Ayat 1 Nomer 1 Undang-undang Tahun 1946 terkait ketetapan hukum pidana punyai penjelasan memberi kabar. " Aksi terdakwa itu udah bisa dibuktikan dengan cara menekankan sama seperti dijabarkan dalam tuntutan kami, " pungkasnya. Bacalah juga : Ratna Sarumpaet : Saya Pengin Istirahat Saja Mengelola Cucu, Kapok Reza pun menampik kaidah penasihat hukum Ratna Sarumpaet yg mencurigakan objektivitas beberapa saksi berlatar belakang penyidik yg didatangkan JPU dalam nota pembelaan yg dibacakan Selasa (18/6/2019) lalu. " Tak ada keputusan yg mengontrol dalam KUHAP yg melarang penyidik diperintah info jadi saksi. Realitanya, banyak masalah lain dimana penyidik jadi saksi, umpamanya saja dalam masalah narkotika, " kata Reza. Ia pun menampik pengakuan penasihat hukum Ratna kalau penjelasan kegaduhan dalam tindak pidana dalam Clausal 14 Ayat 1 Nomer 1 Undang-undang Tahun 1946 tak bisa multitafsir. Reza mengambil info beberapa pakar buat kuatkan pikiran kalau perkara penebaran berita bohong Ratna menyebabkan kegaduhan. " Dari info pakar bahasa Wahyu Wibowo, kegaduhan sebagai kekacauan.
Artikel Terkait : fungsi pancasila sebagai dasar negara

Arti dari kekacauan itu bukan hanya perusuh, namun pun bikin berisik atau bikin orang berubah menjadi bertanya-tanya, " kata Reza dalam repliknya. " Dari pakar sosiologi hukum Trubus Rahardiansah, seandainya berlangsung pro kontra konteksnya seandainya ada berita bohong yg berlangsung di dunia maya bisa juga berlangsung di dunia fakta, " imbuhnya. Dalam kesimpulannya, Reza memohon majelis hakim menjatuhkan vonis sesuai sama tuntutan JPU ialah enam tahun kurungan. " Oleh sebab itu sudilah duganya majelis hakim menjatuhkan ketetapan pada terdakwa Ratna Sarumpaet sama dengan surat tuntutan penuntut umum, " tambah Reza. Jaksa merasa Ratna udah melanggar Clausal 14 Ayat 1 Undang-undang Nomer 1 Tahun 1946 terkait Ketetapan Hukum Pidana bab Penebaran Berita Bohong. Ratna dikira udah sebarkan berita bohong atau hoax terkait penganiayaan hingga menyebabkan kegaduhan.

No comments:

Post a Comment