Friday, June 14, 2019

Beginilah Pemilu Amerika Serikat dan Islamofobia

Rasa-rasanya udah lumayan lama saya tak menulis perihal gosip politik, terutama politik Amerika Serikat. Kala bertandang ke New Zealand sebelum Ramadan lalu, saya jadi terasa terpanggil buat kembali memperingatkan kita terkait gosip, yang pasti, bakal memanas masuk tahun politik ini.

Hampir mirip, dimana lantas di dunia ini, gosip agama berubah menjadi salah satunya gosip hangat disaat suatu negara masuk musim politiknya. Tak mengetahui negara maju atau negara berkembang, bahkan juga negara yg sangatlah terbelakang sekali lantas. Agama senantiasa berubah menjadi ulasan seksi di kelompok banyak politikus.

Amerika Serikat bukan pengecualian. Agama, dalam soal ini Islam, muslim, dan semua yg berkenaan dengannya, bahkan juga seringkali berubah menjadi gosip hangat dalam perdebatan-perdebatan politik.
Baca Juga : contoh kata baku dan tidak baku

Beberapa istilah agama (Islam) yg sejauh ini diciptakan demikian rupa menyeramkan itu kembali berubah menjadi pembicaraan politik murahan. Kata 'jihad' serta 'syariah' umpamanya, demikian digemari banyak orang di mulut-mulut banyak politikus.

Bahkan juga beberapa istilah yg betul-betul tak diketahui dalam diskursus keilmuan Islam dipopulerkan demikian rupa untuk jadi jualan politik tiada malu. Kata jihadist serta Islamist umpamanya, yg tidak sempat kita dapatkan dalam kamus Islam, mendadak berubah menjadi suatu kata yg seakan sangatlah digemari banyak orang serta baku pasca-Peristiwa 9/11.

Yg lebih menakjubkan , sebagian besar apabila tak seluruhnya, banyak politikus itu punyai keilmuan yg minim bahkan juga “zero” terkait Islam. Mereka tidak sempat mendalami Islam dari banyak sumber sahih (autentik) . Kebanyakan, mereka mengetahui Islam dari media-media massa yg dari sananya memang bias pada agama ini.

Sikap politik pada Islam begini dengan sendirinya berubah menjadi salah satunya penyulut terdahsyat untuk meningginya Islamofobia di negara ini. Penduduk umum, terutama mereka sebagai partisan fanatik calon spesifik, bakal tersulut rasa takutnya serta terbakar sumbu amarahnya terhadap agama ini serta pemeluknya.

Tersebut suatu fakta yg dijumpai oleh populasi muslim di sekian banyak negara sebagian besar nonmuslim, seperti Amerika Serikat, meski kerapkali sikap itu malahan menghadirkan “kelucuan serta kedunguan” juga sekaligus.

Ambil satu contoh lucu. Untuk umat Islam, Jumatan satu diantara praktek syariah (hukum agama) yg fundamental. Ber-Islam tiada Jumatan bermakna suatu pelanggaran besar pada hukum agama yg lebih diketahui dengan makna syariah.
Simak Juga : RPP K13

Lebih kurang akhir 90-an, populasi muslim sebagai sisi dari Capitol Hill atau Gedung Kongres Amerika memohon area privat buat mereka mengerjakan salat Jumat. Jemaah kebanyakan yaitu staf atau pegawai yg kerja di gedung itu.

Kebetulan, Speaker (Ketua Kongres) disaat itu yaitu Newt Gingrich. Dialah yg berikan izin terhadap populasi muslim buat mengerjakan salat Jumat di Gedung Capitol Hill.


Gambaran muslim. (Poto : Reuters/Jean-Paul Pelissier)
Lucunya, sekian tahun seusai Mr. Gingrich berikan izin Jumatan di Capitol Hill, eks Speaker itu turut mencalonkan diri untuk jadi Presiden Amerika Serikat dari Partai Republican. Sewaktu tersebut, ia dengan semua daya menyerang Islam serta syariah.

Sang pemberi izin praktek syariah di Capitol Hill itu mendadak membuat syariah jadi suatu hal yg antitesis dengan nilai-nilai Amerika (American values) . Syariah dikira toksin untuk Amerika.

Lucu, kan? Namun tersebut realitanya. Kelucuan itu bertambah menjadi-jadi serta dipertontonkan oleh kebanyakan politikus dari saat ke saat. Terutama disaat masuk musim-musim kampanye seperti tahun 2020 waktu depan.

Saat ini, bangsa Amerika kembali bersiap-siap masuk pesta demokrasi 4 tahunan mereka. Sejak mulai terpilihnya Donald Trump menundukkan Hilary Clinton pada pemilu lalu, Islamofobia bertambah menjadi-jadi.

Di masa dulu, Islamofobia yaitu “case by case” (perkara per perkara) di pinggir-pinggir jalan. Saat ini, Islamofobia itu seakan berubah menjadi “mainstream” pemerintahan. Islamofobia merasa berubah menjadi sisi dari metode tersebut.

Donald Trump dengan ideologi berlebihan “right wing” udah berubah menjadi penyulut kebangkitan radikalisme serta terorisme para putih yg dimaksud “White Supremacy”. Mereka dengan dengan berani serta tiada malu mempertontonkan kedengkian terhadap semua penduduk non-white, terutama terhadap populasi muslim.


Gambaran muslim di Amerika Serikat. (pixabay)
Kebangkitan para radikal serta teroris putih ini bahkan juga udah disadari jadi ultimatum pada keamanan global yg beresiko. Bahkan juga, lebih beresiko dari ISIS serta Al-Qaidah tersebut.

ISIS serta Al-Qaidah jelas parasnya. Mereka udah sukses dibuat jadi lawan bersama-sama. Namun White Supremacy malahan masih dikira sisi dari mereka yg mengakui lebih beradab (civilized) . Sampai, untuk sejumlah orang bahayanya masih remang-remang.

Oleh karena itu, untuk populasi muslim Amerika Serikat, Pemilu 2020 waktu depan berubah menjadi salah satunya ajang perlawanan yg tentukan. Tentukan muka Amerika dalam melihat populasi muslim sekurang-kurangnya 4 tahun ke depan.

Oleh sebab itu, umat Islam Amerika Serikat bakal “all-out” ambil keikutsertaan politiknya di Amerika Serikat. Keikutsertaan politik untuk muslim Amerika Serikat bukan sekadar “civic right” atau hak sipil semata-mata. Keikutsertaan politik untuk kaum muslim Amerika Serikat berubah menjadi keharusan “amar ma’ruf”, terutama pada faktor “nahy mungkar”.

Menghambat peluang memburuknya Islamofobia yg bertambah menjadi-jadi. Menundukkan tendensi “evil” (setan) yg punya sifat historis itu. Serta disinilah letak urgensi keikutsertaan politik umat.

Serta ini pulalah salah satunya keharusan saya jadi seseorang imam di negara ini. Menyadarkan umat kalau politik jangan sampai ditabukan, ditambah lagi dikotorkan. Terkait bagaimana mengerjakan serta buat maksud apa.

Mungkin tak terlalu berlebih apabila saya jelaskan, keikutsertaan politik untuk populasi muslim Amerika Serikat sekarang berubah menjadi sesuatu bentuk jihad besar (jihadan kabiira) . Namun sadarkah umat ini? Wallahu a’lam!

No comments:

Post a Comment